Connect with us

Politik

Gabriel Attal, PM Termuda Prancis Seorang Gay

Gabriel Attal

PM Termuda Sepanjang Sejarah Prancis

Gabriel Attal, yang berusia 34 tahun, menjadi perdana menteri termuda Prancis pada 9 Januari 2024. Ia menggantikan Elisabeth Borne, yang mengundurkan diri setelah kehilangan mayoritas di parlemen.

Attal, seorang anggota partai En Marche Emmanuel Macron, adalah sosok yang populer di kalangan pemilih Prancis. Ia dikenal karena kecerdasannya, penampilannya yang meyakinkan, dan komitmennya pada nilai-nilai liberal.

Attal lahir di Clamart, sebuah kota pinggiran Paris, dari ayah Tunisia dan ibu Rusia. Ia lulus dari Institut Ilmu Politik Paris dan Universitas Pantheon-Assas. Sebelum terjun ke politik, ia bekerja sebagai konsultan di perusahaan McKinsey & Company.

Attal bergabung dengan En Marche pada tahun 2016 dan terpilih sebagai anggota parlemen pada tahun 2017. Ia menjabat sebagai juru bicara pemerintah dari tahun 2020 hingga 2023, dan kemudian sebagai menteri pendidikan dari tahun 2023 hingga 2024.

Sebagai perdana menteri, Attal akan menghadapi sejumlah tantangan, termasuk inflasi yang tinggi, perang di Ukraina, dan meningkatnya populisme. Namun, ia juga memiliki sejumlah keuntungan, termasuk usianya yang muda, popularitasnya, dan dukungan dari Macron.

Attal adalah sosok yang ambisius dan memiliki potensi untuk menjadi presiden Prancis di masa depan. Ia adalah simbol perubahan di Prancis, dan pemilihannya sebagai perdana menteri merupakan tanda bahwa negara itu sedang bergerak ke arah yang lebih liberal.

Pengaruh LGBTQ+ di Politik Prancis

Penunjukan Attal sebagai perdana menteri dianggap sebagai pencapaian penting bagi komunitas LGBTQ+ di Prancis. Ia adalah orang gay terbuka pertama yang menjabat sebagai kepala pemerintahan di negara itu.

Pencapaian ini mencerminkan meningkatnya penerimaan LGBTQ+ di Prancis. Survei tahun 2022 menunjukkan bahwa 74% orang Prancis mendukung pernikahan sesama jenis.

Namun, masih ada banyak tantangan yang dihadapi oleh komunitas LGBTQ+ di Prancis. Homofobia dan transfobia masih merupakan masalah yang umum, dan diskriminasi terhadap LGBTQ+ masih terjadi di tempat kerja dan di bidang-bidang lainnya.

Penunjukan Gabriel Attal sebagai perdana menteri dapat membantu meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah ini dan dianggap akan mendorong perubahan positif bagi komunitas LGBTQ+ di Prancis.

Gabriel Attal Pernah Jadi Korban Bully

Beliau adalah sosok yang menarik dan kontroversial. Ia adalah seorang gay terbuka yang pernah menjadi korban bullying di sekolah. Namun, ia juga sosok yang cerdas dan populer, dan ia telah menjadi salah satu politisi paling berpengaruh di Prancis.

Attal dikenal sebagai sosok yang cerdas dan cakap berbicara. Ia sering tampil di televisi dan radio untuk mewakili pemerintah. Ia juga dikenal sebagai sosok yang progresif, dan ia mendukung hak-hak LGBTQ+.

Dalam kapasitas sebagai menteri Pendidikan, ia mengumumkan larangan pemakaian abaya di ruang kelas. Abaya adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh sebagian besar wanita Muslim. Attal mengatakan bahwa larangan ini diperlukan untuk melindungi sekularisme di sekolah-sekolah Prancis.

Larangan abaya ini menuai kontroversi. Beberapa orang mendukung larangan ini, dengan alasan bahwa abaya tidak sesuai dengan nilai-nilai sekularisme Prancis. Namun, beberapa orang lain menentang larangan ini, dengan alasan bahwa ia diskriminatif terhadap wanita Muslim.

Attal juga aktif mengurangi permasalahan perundungan di sekolah. Ia mengaku ke televisi nasional bahwa ia pernah menjadi korban bullying saat menempuh pendidikan di sekolah swasta bergengsi di Paris, l’Ecole Alsacienne. Bullying yang dialami Attal termasuk pelecehan homofobik / homofobia. Homofobia adalah ketakutan atau kebencian yang tidak rasional terhadap orang-orang yang mengidentifikasikan diri sebagai gay, lesbian, biseksual, atau transgender (LGBTQ+).

Sumber Gambar: AP/Christophe Ena